Money Politik Jaman Sekarang, Masyarakat yang Membodohi Politisi

redaksi
56587087 8a70 4dc6 8bd7 2d9a25da36e1
foto : Ketua Bawaslu Bangka Barat Rio Febri Fahlevi

HaluaNusantara.com

BANGKA BARAT — Praktik money politik pada Pemilu maupun Pilakada tidak lagi bermakna pembodohan yang dilakukan partai politik maupun calon kepala daerah kepada masyarakat. Justru sebaliknya, masyarakat lah yang membodohi para politisi tersebut.

Menurut Ketua Bawaslu Bangka Barat Rio Febri Fahlevi, masyarakat bisa saja menerima lebih dari satu amplop yang disodorkan parpol atau politisi, tapi hal tersebut tidak menjadi jaminan mereka akan memberikan suaranya kepada “si pemberi amplop” di Tempat Pemungutan Suara (TPS).

“Jadi siapa yang dibodohi hasrat politik yang tidak terkontrol? Satu orang bisa nerima empat atau lima amplop kadang nggak milih sama sekali. Mereka main aman sudah lah duitnya diambil tapi tidak milih,” ujar Rio pada acara
Fasilitasi Pembinaan Penanganan Pelanggaran pada Pemilu Serentak Tahun 2024, di ruang rapat Koperasi Warga Peltim di Kecamatan Muntok, Selasa (27/9/2022) siang.

“Jadi masyarakat kita sudah cerdas, bukan politikus mau sok – sok membodohi masyarakat. Masyarakat lah yang pura – pura bodoh tapi pada dasarnya mereka membodohi para politikus,” lanjutnya.

Dikatakan money politik masih terjadi dan proses untuk mengungkapkannya memang agak sulit karena harus memahami dulu konteks undang – undang yang dibuat di Indonesia.

Menurut Rio produk – produk hukum di negara ini merupakan produk politik yang sudah dipertimbangkan untung ruginya saat pembahasan di Komisi II DPR.

“Nanti setelah di Rapat Dengar Pendapat kan partai politik akan melihat apakah ini mengamankan membahayakan menguntungkan atau tidak. Jadi ada sisi sisi yang seperti itu yang dilihat. Kalau dia memang membahayakan dicoret nanti menunggu pembahasan selanjutnya,” katanya.

Rio menambahkan dengan keterbatasan SDM-nya, Bawaslu tidak mungkin melakukan pengawasan orang per orang. Masyarakat pun kadang enggan untuk melaporkan. Namun ia menegaskan Bawaslu tidak akan menyerah.

Meskipun menurut dia sejatinya owner demokrasi adalah rakyat yang harus ikut mengawasi jalannya Pemilu, namun Bawaslu tidak bersikap pasif dalam menjalankan tugasnya kendati dengan segala keterbatasan.

“Jadi Bawaslu tidak pernah pasif dalam hal ini tapi keterbatasan yang diberikan oleh undang – undang membuat Bawaslu wajib berinovasi menyertakan kawan – kawan dari SKPP, membangun sekolah demokrasi, menyertakan para pemilih pemula, menyertakan komunitas ibu – ibu yang namanya komunitas pusat ibu yang kita susupi untuk mengisi pengajian – pengajian untuk melaporkan,” terangnya.

“Tapi itu tadi keengganan warga masyarakat kita untuk melaporkan karena kenapa? jejaring money politik ini ada di dalam ruang lingkup keluarga,” tukasnya.

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: