Editorial
Rudi Syahwani
Pemimpin Redaksi
Disaksikan dan didengar oleh puluhan wartawan, serta penyidik di lingkungan Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung, H. Marwan S.Ag akhirnya menjadi yang ke-5. Ada yang menarik dari upaya penahanan mantan Kadis LHK Provinsi Bangka Belitung tersebut. Bahwa dirinya merasa hanya tumbal dari mantan Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman, yang lantang disebut H. Marwan sebagai orang yang harus bertanggung jawab.
Sudah diperkirakan, bahwa pejabat Sekwan DPRD Babel tersebut akan memberikan perlawanan. Terbukti, Marwan bukan hanya tak sungkan, tetapi dengan lantang meneriakkan tantangan kepada Kejati Babel untuk menjadikan mantan ‘boss’ nya yakni Erzaldi Rosman sebagai tersangka.
Jika melihat ekspresi salah satu tokoh adat Bangka Belitung tersebut, bisa diasumsikan, dirinya telah membongkar dengan terang dugaan keterlibatan eks Gubernur Babel tahun 2017-2022, Erzaldi Rosman, dalam skandal tipikor, penyalahgunaan ijin pemanfaatan hutan produksi, di kawasan Sigambir Kotawaringin Kabupaten Bangka tahun 2018.
Artinya wajar kekecewaan diekspresikan oleh Marwan, lantaran ada yang bagi-bagi lahan, yang membuat perjanjian kerjasama pemanfaatan hutan, malah berleha-leha sibuk mempersiapkan untuk duduk kembali sebagai Gubernur. Karena jika menyimak ‘nyayian’ H. Marwan S.Ag, seharusnya eks Gubernur Babel periode 3017-2022 tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Tantangan Marwan ini senada dengan ‘kwarted’ mantan Plt dan Kadis ESDM Bangka Belitung, dalam skandal tipikor tata kelola pertimahan di IUP PT Timah Tbk. Baik Suranto Wibowo, Amir Syahbana, Rusbani dan yang terakhir Supianto, semuanya satu suara mengaku sebagai bawahan yang menjalankan perintah.
Lantas apalagi yang menjadi halangan bagi Kejaksaan Agung RI maupun Kejaksaan Tinggi Babel untuk menyeret mantan Gubernur Babel, Erzaldi Rosman menyusul mantan kepala dinasnya.
Yang jelas, penetapan H. Marwan S.Ag pada Senin (26/8/24) petang oleh Kejati Babel, menambah jumlah deretan mantan bawahan Erzaldi Rosman semasa jadi Gubernur, menjadi 5 orang. Ini belum termasuk ASN yang terseret juga dalam perkara ini. Sebuah ironi memang, di mana teriakan para eks Kadis yang harus jadi tersangka ini menantang keberanian Kejaksaan untuk menyeret Erzaldi Rosman, yang bersangkutan malah siap go show bersiap kembali ikut kontestasi Pilgub Babel.
Erzaldi Rosman yang kuat atau Kejaksaan tak bernyali untuk menyeret mantan Gubernur Babel tersebut? Jelas ini yang menjadi tanda tanya publik atas perkembangan berbagai perkara tipikor ini. Seperti yang diucapkan oleh Andi Kusuma SH, MH, C.Tl selaku penasihat hukum H. Marwan S.Ag, bahwa gelaran Pilkada seolah menjadi tameng untuk menunda proses hukum terhadap seseorang yang terindikasi terlibat perkara tipikor. Padahal tipikor masuk kategori extra ordinary crime. Sementara di satu sisi, Pilkada memberi panggung bagi para koruptor.
Sejak tangisan pilu eks Plt. Kadis ESDM Babel, Supianto sembari masuk mobil tahanan di Kejagung RI 2 pekan lalu karena skandal topikor Rp 300 T, kemudian petikan eksepsi terdakwa Suranto Wibowo melalui pengacaranya, hingga tantangan Marwan S.Ag kepada Kejati Babel, asumsi yang terbangun seolah mereka hanyalah tumbal karena melaksanakan perintah pimpinannya.
Jadi seberapa lama Kejaksaan mampu menahan desakan yang terus mengemuka ini, atau kah penegakan hukum memang harus mengalah atas dalil hak demokrasi. Sehingga keikutsertaan Erzaldi Rosman dalam Pilgub Babel yang menahan Kejaksaan untuk menyeret mantan Gubernur Babel tersebut. Atau… Seperti tudingan para mahasiswa yang berdemo pekan lalu di depan Gerbang Selatan Kejagung RI, diduga ada oknum Jaksa yang memang sudah terima ‘sesajen’ untuk melindungi.
Redaksi sepakat dengan idiom yang diucapkan oleh Andi Kusuma SH, MH, C.Tl “Fiat justitia ruat caleum” hendaklah keadilan ditegakkan, walau langit akan runtuh” jadi jelas bahwa penegakan hukum demi keadilan itu tidak bisa ditunda, meski langit akan runtuh, apalagi sekedar karena negara ini ingin melaksanakan pilkada. Bukankan kita semua sepakat bahwa semua sama di haadapan hukum dan menjadikan hukum itu sendiri sebagai Panglima. Jadi tak ada alasan bagi Korp Adhiyaksa untuk menegakkan hukum yang seadil-adilnya.(**)