Maraknya Tambang Menjadi Penyebab Anak Putus Sekolah

redaksi
Img 20221212 184226
Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Muntok, Ida Saprina bersama Pengawas Sekolah Disdikpora Bangka Barat, Bariyah Ernawati di ruang kerja Kepsek SMPN 3 Muntok, Senin ( 12/12 ).

HaluaNusantara.com

BANGKA BARAT — Maraknya penambangan timah diduga menjadi salah satu penyebab anak – anak putus sekolah di Kabupaten Bangka Barat. Menurut Kabid Diknas Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Darul Qudni, tidak adanya larangan anak – anak untuk bekerja tambang membuat mereka meninggalkan bangku sekolah dan lebih memilih mencari uang.

“Nah dari kondisi yang ada penyebabnya pertama kondisi ekonomi, dengan adanya buka tambang secara luas anak – anak tidak ada larangan untuk nambang akhirnya kan mereka beralih ke tambang mengejar uang tadi,” kata Darul via telepon, Senin ( 12/12/2022 ).

Faktor penyebab lainnya yakni lingkungan. Menurut Darul, lingkungan bergaul anak – anak mempengaruhi pola pikir, terutama terkait masalah handphone atau teknologi.

Apalagi bila orang tua tidak dapat memenuhi keinginan anaknya untuk membelikan handphone baru, akhirnya sang anak lebih memilih bekerja di tambang agar dapat uang untuk membeli handphone dan kebutuhan lainnya.

Faktor lingkungan keluarga juga bisa menjadi penyebab anak putus sekolah, terutama bila orang tua tidak perduli dengan perkembangan pendidikan anak – anaknya.

“Orang tua tidak peduli dengan anaknya, artinya jam sekolah itu dari jam sekian jam sekian itu kan dikontrol. Tapi sekarang kan nggak, anak – anak dibiarkan begitu saja, apalagi orang tua sibuk. Katanya sekolah tau tau minggat. Keluarga yang kurang peduli yang menyebabkan itu,” cetus Darul.

Disdikpora sendiri menurut dia memiliki program yang menghendaki tidak ada anak yang tidak sekolah. Artinya semua anak di Bangka Barat, tingkat SD dan SMP harus bersekolah.

Namun bila kondisi sosial seperti anak – anak masih dibiarkan bebas bekerja di tambang atau pun masih bergaul bebas di lingkungan yang kurang baik, maka program pemerintah tidak akan berpengaruh dan anak putus sekolah tetap akan terjadi.

“Kalau upaya kita sudah, terutama dari pemerintah sendiri dari dinas tidak menghendaki adanya anak putus sekolah. Diusahakan kalau bisa anak itu diminimalisir untuk tidak naik kelas. Semuanya kan naik kelas, lulus. Kalau kelulusan 100% terus. Tapi ada juga yang tidak bisa dinaikkan kelas karena faktor-faktor baik itu nilai, tingkah laku dan lain sebagainya,” ujarnya.

Terkait biaya sekolah, Darul mengatakan hal itu tidak menjadi permasalahan lagi, sebab sekarang sudah ada dana Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ).

“Mereka nggak bayar SD SMP itu dibiayai pemerintah semua baik itu swasta maupun negeri. Kalau biaya tidak jadi masalah, paling biaya pakaian seragam biaya buku. Dan buku pun sudah disediakan kalau memang nggak mau kan. SMA juga ada BOS -nya dari pusat,” kata dia.

Menurut Darul agar angka anak putus sekolah tidak terus bertambah, maka faktor sosial yang menjadi penyebabnya harus diperbaiki, melibatkan dinas dan instansi terkait serta masyarakat.

Di lain pihak, Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Muntok Ida Saprina mengatakan, penyebab anak putus sekolah antara lain faktor ekonomi, keluarga broken home, pergaulan bebas dan orang tua yang menelantarkan anaknya.

“Kalau ekonomi yaitu nggak sanggup lagi menyekolahkan anak. Padahal sudah dibantu dari sekolah itu mengusahakan anak tersebut untuk dapat bantuan. Kalau yang PIP ( Program Indonesia Pintar ) kita nggak bisa ya karena memang dari pusat dari Komisi X. Tapi kalau bantuan non PIP itu kita sudah usahakan dari dinas,” terang Ida di ruang kerjanya.

Menurut Ida, dana BOS untuk siswa tidak terlalu banyak, bantuan yang diberikan berupa kebutuhan sekolah. Dana tersebut lebih digunakan untuk kebutuhan di sekolah seperti membayar gaji pegawai.

“Pegawai itu besar hampir 100 juta dana BOS itu digunakan untuk bayar pegawai. Kalau kemarin memang dibayar dari APBD, lumayan banyak hampir semua. Tapi karena dana kita kemarin banyak dialihkan ke Covid, jadi separuhnya itu dikembalikan ke sekolah masing – masing. Kemarin kalau nggak salah sekolah kita ini Rp80 juta itu untuk bayar pegawai,” tutur Ida.

BOS yang digunakan untuk siswa terang dia antara lain untuk ekstrakurikuler, contohnya membayar pelatih. Juga untuk kegiatan PHBN, PHI, kegiatan OSIS yang berhubungan dengan siswa.

“Lalu untuk kebutuhan sekolah misalnya rehat sekolah yang sedikit – sedikit, untuk alat kebersihan, kebun sekolah. Karena kita mengeluarkan dana itu harus sesuai dengan juknis. Apabila bahasanya salah kami nggak berani. Jadi kami mengeluarkan sesuai dengan juknis BOS APBN,” tutup Ida. ( SK )

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: