HaluaNusantara – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah mengambil langkah konkret dengan mengawal langsung aspirasi para petani Kabupaten Bangka Selatan ke Kementerian Pertanian. Kunjungan ini bertujuan untuk memastikan permasalahan irigasi dan sumber air sawah yang krusial dapat segera diatasi. Penanganan masalah irigasi Bangka Selatan ini menjadi prioritas utama demi keberlangsungan pertanian.
Ketua DPRD Provinsi Babel, Didit Sri Gusjaya, menegaskan bahwa kehadiran mereka di pusat bukan sekadar formalitas, melainkan untuk memastikan aspirasi petani benar-benar sampai dan mendapat tindak lanjut konkret. “Kami datang langsung ke pusat untuk memastikan aspirasi petani benar-benar sampai dan mendapat tindak lanjut konkret. Ini bukan sekadar persoalan teknis, tetapi menyangkut kehidupan petani dan ketahanan pangan daerah,” ujar Didit melalui keterangan tertulis yang diterima di Pangkalpinang, Jumat.
Kondisi ini menjadi mendesak karena turunnya debit air irigasi di sejumlah desa di Kabupaten Bangka Selatan telah berdampak signifikan pada produktivitas padi. Situasi tersebut diperparah oleh kerusakan daerah resapan air dan aktivitas perambahan di sekitar sumber irigasi, sehingga mengancam ketahanan pangan lokal.
Penurunan debit air irigasi telah menjadi masalah serius bagi petani di Kabupaten Bangka Selatan, khususnya di desa-desa seperti Pergam, Serdang, Rias, dan Fajar Indah. Kondisi ini secara langsung mengakibatkan anjloknya produktivitas padi yang menjadi mata pencarian utama sebagian besar masyarakat di wilayah tersebut. Ketersediaan air yang tidak memadai menghambat pertumbuhan tanaman padi dan mengurangi hasil panen secara drastis.
Selain faktor debit air yang berkurang, permasalahan irigasi Bangka Selatan ini diperparah oleh kerusakan daerah resapan air. Kerusakan ini mengurangi kemampuan tanah untuk menahan dan menyimpan air hujan, yang seharusnya menjadi cadangan bagi sistem irigasi. Akibatnya, pasokan air semakin tidak stabil, terutama saat musim kemarau.
Aktivitas perambahan di sekitar sumber irigasi juga turut memperparah kondisi ini. Perambahan hutan atau lahan di sekitar sumber air dapat merusak ekosistem alami yang berfungsi sebagai penopang ketersediaan air. Hal ini menyebabkan erosi tanah, sedimentasi pada saluran irigasi, dan pada akhirnya, penurunan kapasitas irigasi secara keseluruhan.
Menyikapi kompleksitas masalah irigasi Bangka Selatan, DPRD Babel menilai bahwa persoalan ini memerlukan penanganan lintas sektor yang terkoordinasi. Penanganan tersebut harus melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten untuk bersama-sama mencari solusi. Rehabilitasi jaringan irigasi menjadi kebutuhan mendesak agar hasil panen dan ekonomi masyarakat desa dapat kembali pulih.
Pemerintah daerah, menurut Didit Sri Gusjaya, telah berupaya semaksimal mungkin dalam mengatasi masalah ini. Namun, skala permasalahan yang ada membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah pusat. “Pemerintah daerah sudah berupaya, kini kami meminta Pemerintah Pusat ikut memberi perhatian serius dengan turun langsung ke lapangan,” tegas Didit.
DPRD Babel berkomitmen penuh untuk terus mengawal hasil konsultasi dengan pihak Kementerian Pertanian hingga ada keputusan konkret yang berpihak pada petani. Komitmen ini merupakan wujud tanggung jawab moral dan politik dalam menjaga ketahanan pangan di Bangka Belitung. “Kami berdiri bersama petani sebagai wujud tanggung jawab moral dan politik dalam menjaga ketahanan pangan di Babel,” tambahnya.
Dalam pertemuan dengan Kementerian Pertanian, rombongan DPRD Babel tidak hanya menyampaikan keluhan petani, tetapi juga menyerahkan data lapangan yang komprehensif. Data ini dilengkapi dengan hasil kajian dari Dinas Pertanian setempat mengenai kebutuhan rehabilitasi irigasi dan perlindungan daerah tangkapan air. Informasi ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi Kementerian Pertanian untuk mengambil kebijakan yang tepat dan efektif.
Selain membahas masalah irigasi, rombongan DPRD Babel juga menyoroti pelaksanaan program tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) dari perusahaan perkebunan di Bangka Belitung. Mereka menilai bahwa program-program tersebut perlu lebih berpihak kepada masyarakat dan lingkungan sekitar. Hal ini mencakup upaya pelestarian lingkungan dan dukungan terhadap kesejahteraan petani di wilayah operasional perusahaan.








