Opini
Oleh: Eka Firmansyah
Bak majikan yang mengemis haknya direalisasikan, itulah gambaran yang saat ini terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) saat ini.
Ratusan masyarakat yang rela menempuh jarak 92 Kilometer ke DPRD Babel, hanya mengucapkan kalimat “Tolong” kepada para pejabat berdasi yang hari-harinya nyaman diruang ber-AC.
Kalimat tolong yang dilontarkan bukan untuk memperkaya diri, bukan juga tentang jabatan. Tapi demi sesuap nasi yang harus terpenuhi. Rakyat yang harusnya memiliki kewenangan tertinggi di Republik ini harus meneteskan air mata, demi menuntut haknya mencari nafkah.
Provinsi yang kaya kandungan mineral malah dirampas demi kepentingan pribadi. Kekayaan yang harusnya bisa menstabilkan ekonomi, malah hancur karna serakah. Kasus 271 T sudah cukup untuk masyarakat menilai, seberapa gilanya budak korporat memuaskan nafsu tuan palsunya. Dari Eks Dir PT Timah, Eks Kadis ESDM hingga Harvey Moise kini terperangkap didalam rutan.
Bukan hanya tidak dinikmati rakyat, kekayaan mineral ini justru menuntut masyarakat berhenti memanfaatkannya, akibat aturan dan kebijakan yang menyulitkan. Seharusnya para pejabat lebih bijak dalam menentukan kebijakan, bukan malah mempersulit rakyat untuk bekerja.
Masyarakat yang harusnya tentram karna kekayaan alam, malah dipaksa merampok demi menyambung hidup. Kasus kriminalitas yang rendah, harusnya jangan dipaksa meningkat.
Seruan penambang rakyat ini jelas menuntut kesetiaan pelayan kepada majikan, bukan jadi budak penguasa yang rela mencekik tuannya hingga “tewas.”
Yang diinginkan masyarakat hanya kesetiaan dan loyalitas, buatlah kebijakan yang masuk akal, yang dimengerti masyarakat awam. Momentum Gubernur Babel sangat dinanti-nanti, statement nya yang meminta Satgas PT Timah tidak menangkap rakyat kecil sudah membangun secercah harapan.
Tapi jangan jadi botol parfum yang kosong, hanya tercium aroma wangi tapi tidak ada isi. Rakyat mu butuh makan. Rakyatmu punya kewajiban mencari nafkah, tidak seorangpun yang ingin Provinsi ini hancur, akibat kewajiban masyarakat yang tidak terpenuhi. (*)








